FENOMENA KENAIKAN HARGA BARANG PADA SAAT RAMADAN DAN MENJELANG LEBARAN
Oleh : Muhammad Ali Mustofa
Ramadan merupakan salah satu bulan yang istimewa dan dinantikan khususnya bagi umat muslim. Ada juga yang menyebutnya dengan Syahru As Shiyam yaitu bulan untuk berpuasa. Namun, jika kita amati bersama ada salah satu fenomena yang unik terjadi, yaitu adanya kenaikan pada harga barang di pasar. Mengingat dalam bulan Ramadan ini masyarakat lebih sedikit untuk mengkonsumsi makanan dibanding dengan bulan lainnya karena adanya kewajiban untuk menjalankan puasa.
Banyak orang yang beranggapan kenaikan harga barang menjelang Ramadan merupakan suatu hal yang lumrah, bahkan menjadi suatu kebiasaan yang rutin terjadi di masyarakat. Bisa jadi karena masyarakat kurang tahu tentang penyebab kenaikan harga yang terjadi dan selalu mengkambing hitamkan pemerintah atas kejadian tersebut. Padahal, ketika mereka mengetahui penyebab dari kenaikan harga tersebut maka bisa dipastikan akan geram karena merasa dirugikan. Selain daripada itu kenaikan harga barang pada saat Ramadan menjadi moment yang ditunggu bagi kalangan kelompok tertentu. Siapakah mereka ? Mengapa demikian?
Fenomena kenaikan harga tersebut bisa dibilang sebagai suatu faktor buatan atau bisa dikenal juga sebagai kenaikan harga yang terjadi secara disengaja oleh kelompok orang tertentu. Sekaligus juga adanya pengaruh dari faktor alami yakni berupa bencana alam yang menjadikan stok berkurang, serta peningkatan permintaan pasar akibat adanya ekspetasi harga akan terus meningkat, sehingga masyarakat membeli konsumsi lebih banyak dari jumlah konsumsi optimalnya. Puncak dari kenaikan harga tersebut yaitu sampai pada saat menjelang lebaran, karena adanya sikap kesediaan untuk membayar suatu jasa yang diterimanya (Willingness to Pay) yang tinggi (Pindyck & Rubinfield:2008)
Kenaikan harga barang secara buatan terjadi akibat dari adanya ulah / tindakan yang disengaja oleh beberapa oknum yang menginginkan kenaikan harga. Oknum tersebut biasanya terdiri dari kalangan tengkulak dan pemasok barang yang sengaja menimbun (Hoarding) barang untuk mengurangi jumlah stok yang tersedia di dalam pasar. Sehingga terjadilah hukum permintaan dan penawaran, yakni apabila jumlah permintaan terhadap suatu barang banyak maka produsen akan menaikan harganya, dan ketika harga sudah mengalami kenaikan maka produsen akan menaikan penawaran terhadap barang tersebut.
Penjelasan kurva diatas adalah pada awalnya keseimbangan pasar berada pada titik E1 yaitu pada saat garis kurva D dan garis kurva S1 saling berpotongan. Efek Hoarding menyebabkan kekurangan stok barang sehingga Quantitas berubah yang pada awalnya berada pada titik Q1 menjadi Q2 dan harga harga meningkat menjadi P2 serta menimbulkan keseimbangan baru di titik E2 sehingga kurva penawaran bergeser yang pada awalnya berada pada titik S1 menjadi titik S2
Efek Hoarding menyebabkan keuntungan dari produsen meningkat, besaran keuntungan produsen tergantung kepada elastis dan inelastis barang tersebut. Apabila barang yang ditimbun adalah barang elastis maka keuntungan yang diperoleh relatif normal, dan sebaliknya apabila barang yang ditimbun adalah barang inelastis maka keuntungan yang diperoleh relatif tinggi. Hal ini disebabkan karena barang inelastis merupakan barang pokok yang menjadi kebutuhan sehari-hari, contohnya adalah Beras.
Sedangkan kenaikan harga barang secara alami terjadi karena adanya bencana alam yang melanda. Ketika terjadi bencana alam secara otomatis stok barang menjadi berkurang dan kebutuhan melonjak tinggi, sehingga subsidi yang disediakan oleh pemerintah untuk berjaga-jaga yang semestinya pas menjadi berkurang untuk dialokasikan ke setiap daerah dialihkan kepada daerah yang dilanda bencana alam tersebut. Selain itu melonjaknya jumlah permintaan barang di pasar juga disebabkan dengan adanya ekspetasi harga yang akan terus meningkat, hal ini menyebabkan masyarakat membeli barang melebihi batas dari jumlah yang biasa mereka beli, dengan alasan untuk berjaga-jaga supaya tidak usah membeli barang lagi ketika terjadi kenaikan harga.
Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan harga tersebut yaitu dengan melakukan operasi pasar barang di pasar induk guna mengecek persediaan barang yang akan di alokasikan. Selain itu juga untuk mengetahui apakah ada barang yang di timbun oleh oknum tertentu. Ketika operasi tersebut sukses dijalankan maka pendistribusian barang dalam pasar akan lancar karena efek timbun (Hoarding) akan hilang. Sehingga stok menjadi bertambah dan harga menjadi relatif lebih stabil.
Jika operasi pasar belum mampu untuk mengatasi masalah kenaikan harga maka cara selanjutnya adalah dengan pengadaan subsidi pasar dan intervensi harga oleh pemerintah. Subsidi dilakukan dengan melakukan impor yang bertujuan untuk menambah stok persediaan barang serta guna berjaga-jaga dari kelangkaan. Selain itu juga menjadikan harga barang lebih kompetitif, produsen tidak bisa menentukan harga barang secara sepihak karena ada intervensi dari pemerintah. Disisi lain pengadaan subsidi juga menyebabkan salah satu oknum pemerintahan bisa mendapatkan keuntungan, karena disetiap transaksi impor barang bisa berpeluang untuk ditarik dana kompensasi. Gambaran dari efek subsidi tersebut adalah sebagai berikut.
Penjelasan kurva diatas adalah pada awalnya keseimbangan berada pada titik E1, yaitu pada saat garis kurva D dan garis kurva S1 saling berpotongan. Efek Subsidi menyebabkan stok barang bertambah sehingga Quantitas berubah yang pada awalnya berada pada titik Q1 menjadi Q2 dan harga harga menurun menjadi P2 serta menimbulkan keseimbangan baru di titik E2 sehingga kurva penawaran bergeser yang pada awalnya berada pada titik S1 menjadi titik S2.
Cara yang terakhir untuk mengatasi masalah kenaikan kenaikan harga barang adalah dengan pemberian insentif THR. Hal ini berdasarkan dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) no. 6 tahun 2016. THR ini diharapkan dapat meningkatkan daya beli dari para pekerja dan membantu meringankan atas fenomena kenaikan harga terhadap barang/jasa yang pasti terjadi saat menjelang lebaran.
Komentar
Posting Komentar